Seserahan biasanya diberikan oleh pihak calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita.
Hal ini menandakan bahwa sang pria memiliki rasa tanggung jawab serta kesanggupan untuk mencukupi kebutuhan hidup wanita yang akan menjadi istrinya. Di sisi lain, barang-barang seserahan tentu saja dapat dipergunakan sebagai bekal dalam mengawali masa pernikahan. Namun, belakangan ini tidak hanya pihak pria saja yang menyiapkan seserahan.
Pihak wanita juga merasa perlu memberikan seserahan untuk pihak pria. Secara umum memang pihak wanita biasanya memberikan hantaran balik sebagai wujud ucapan terima kasih dan penghargaan atas seserahan yang diberikan.
Hantaran balik tersebut tidak sama isinya dengan seserahan yang diberikan pihak pria kepada pihak wanita, melainkan sebatas kue-kue atau makanan matang lainnya. Sebenarnya, perlukah pihak wanita menyiapkan seserahan?
Tentu saja keputusan menyiapkan seserahan untuk pihak pria bergantung pada kesepakatan dan kondisi kedua belah pihak. Jika keluarga kedua belah pihak ingin menuruti tradisi, maka biasanya pada tradisi Jawa (Yogya maupun Solo) memang terdapat balasan dari ‘srah-srahan’ yang diberikan oleh pihak pria. Balasan dari ‘srah-srahan’ ini disebut ‘angsul-angsul’. Angsul-angsul berisi makanan dan ‘kancing gelung’ yang berupa seperangkat pakaian resmi untuk dikenakan pengantin pria di hari pernikahan. Pemberian ‘angsul-angsul’ biasa dilakukan pada malam midodareni.
Jika tradisi Jawa memiliki prosesi malam midodareni, maka pada pernikahan keturunan Tionghoa, terdapat prosesi yang wajib dijalankan, yakni sangjit. Pada prosesi yang dilakukan setelah lamaran dan sebelum pernikahan inilah pemberian seserahan dari pihak calon pengantin pria ke pihak calon pengantin wanita dilakukan. Pihak calon pengantin wanita dapat memberikan balasan berupa seserahan untuk pihak pria yang terdiri atas manisan serta beragam kebutuhan pria.
Selain berdasarkan tradisi, kebutuhan untuk mempersiapkan seserahan untuk pihak pria dapat diputuskan secara fleksibel dengan dikomunikasikan oleh pihak calon pengantin pria dan wanita. Kesepakatan kedua belah pihak dapat dikomunikasikan, terutama terkait isi dari seserahan, dan juga waktu penyerahan seserahan.
Ada banyak bentuk kesepakatan terkait isi dan waktu seserahan. Misalnya: seserahan berupa makanan dan kebutuhan pokok (sembako) diberikan oleh pihak pria pada saat lamaran, sedangkan pihak wanita memberikan balasan seserahan berupa kue-kue; barulah pada saat pernikahan, pihak pria memberikan seserahan berupa kebutuhan dan perlengkapan untuk pihak wanita (mulai dari alat sholat, pakaian, peralatan dan perlengkapan mandi, makeup, perhiasan, dll) yang diserahkan sebelum akad. Ada pula yang bersepakat untuk meberikan seserahan berupa kebutuhan dan perlengkapan wanita tersebut langsung disaat lamaran. Alasan kepraktisan serta efisiensi waktu –karena durasi akad nikah yang biasanya singkat- dapat menjadi pertimbangan.
Untuk isi seserahan balik dari pihak wanita ke pihak pria, di masa kini tidak lagi hanya berupa makanan dan kue-kue saja. Sebagai bentuk balasan yang sempurna, seringkali juga dikatakan sebagai bentuk pengikat hati dan keinginan untuk tidak selalu diberi tetapi juga ingin memberi, isi seserahan untuk pihak pria banyak berupa kebutuhan dan perlengkapan sehari-hari yang hampir mirip dengan isi seserahan untuk pihak wanita. Mulai dari perlengkapan beribadah, pakaian, hingga kosmetik (parfum, minyak rambut) serta aksesoris pria (jam tangan, dsbg).
Pada akhirnya, perlu atau tidaknya menyiapkan seserahan untuk pihak pria amat tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak. Mengingat di era ini urusan pernikahan tidak lagi mengacu kaku kepada adat-istiadat serta filosofi dibaliknya tetapi lebih berdasarkan pada kebutuhan dan kemampuan dari masing-masing pihak.
Baca Juga : Tips Agar Tetap Nyaman Saat Berkoordinasi Dalam Mempersiapkan Pernikahan
0 Komentar